Oleh : Uung Ibnu Shobari (UIS)
Sekretaris Komisi PEREKAT MUI Pandeglang & Sekjen FSPP Pandeglang
Anggota Departemen Pendidikan Tinggi – Pesantren ICMI Orwil Banten
Setelah melewati 77 (tujuh puluh tujuh) tahun kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bahwa keberadaan Pondok Pesantren selalu menjadi catatan Quo Vadis Satuan Pendidikan di Indonesia yang nyaris saja terlupakan tanpa ada kehadiran Negara terhadap Satuan Pendidikan tertua tersebut. Pertanyaan dan pernyataan itu kini terjawab sudah, bahwa tidak lagi menjadi sindiran mau dibawa kemana arah Pendidikan Pesantren di Indonesia? Kini, terbukti dari urutan regulasi resmi atas nama negara sejak dikeluarkannya Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 30 Tahun 2020 tentang Pendirian dan Penyelenggaraan Pesantren, PMA No. 31 Tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren dan PMA No. 32 Tahun 2020 tentang Ma’had Aly, pertanda ini adalah bonus terindah bagi segenap Komunitas Insan Pecinta Pesanten dan Institusi Pesantren itu sendiri di seluruh Nusantara patut disyukuri dan tentu telah menjadi landasan yuridis telah ada pengakuan, bahwa Pondok Pesantren merupakan Satuan Pendidikan yang resmi diakui negera secara legal di mata hukum.
Guna menakar landasan yuridis sebagaimana tersebut di atas dengan 6 (enam) regulasi resmi, kita akan menggarisbawahi seberapa jauh nilai pencapaian pemahaman terhadap regulasi yang banyak itu diterima oleh Insan Pesantren yang tersebar mencapai angka 36.517 Pesantren se-Indonesia menurut data Kementrian Agama RI berdasarkan Pangkalan Data Pondok Pesantren (PDPP) dan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pesantren (www.ditpdpontren.kemenag.go.id, red.). Fakta di lapangan, bahkan mungkin bisa lebih banyak dari hitungan tersebut, karena kini dalam perkembangannya satuan pendidikan Pondok Pesantren harus juga mengikuti sistem yang terpusat di Kemenag dengan mengikuti acuan EMIS (Education Management Information System) dan belum tentu juga dari sejumlah 36-ribuan tersebut sudah aman terdata di EMIS dengan sistem barcode yang bisa diakses secara mudah dan online.
Pertanyaan paling mendasar, sebenarnya apa itu Pesantren secara historis hingga masuk dalam jajaran satuan pendidikan tertua di Indonesia? Lalu, mengapa juga Negara baru kali ini setelah 77 tahun merdeka baru melek mengakui keberadaannya? Dua pertanyaan ini, wajib kiranya dijawab oleh kita semua berdasarkan kajian dan riset ilmiah secara empiris di lapangan agar tidak menjadi perdebatan akut dan tidak berdasar.
Kita kembali ke awal dalam memahami landasan hukum UU Pesantren yang kini sudah sah, agar tidak melebar ke arah yang menduga-duga dan terduga yang tidak-tidak. Dalam catatan kecil (memo, red.) Presiden RI pada tanggal 30 Januari 2021 yang tertuang dalam lembaran materi MM (Majelis Masyayikh) tertuliskan “Peran strategis para Kyai dan Ibu Nyai, para santri, bersama-sama seluruh pemangku kepentingan bangsa ikut membangun masa depan Indonesia dan sangatlah diharapkan. Apalagi menjawab tantangan era revolusi industri jilid keempat dan kompetisi global sekarang ini. Karena saya melihat para santri tak hanya paham ilmu agama, tapi juga wirausaha, bahkan saat ini para santri melek digital dan tidak sedikit yang menjadi pelopor teknologi informasi yang bisa membawa manfaat nyata negara ini.“
Pernyataan kritis juga selalu ada terhadap lahirnya MM, dimana opsi yang menjadi putusannya beranggotakan 9 orang itu yang dipilih oleh Dewan AHWA (Ahlul Hally Wal Aqdy, red.: bersifat ad-hoc) telah dianggap sangat mumpuni dan mewakili dari unsur khazanah keilmuan di dunia pesantren tentunya. Terlepas apakah para kandidiat di MM sudah menjadi bagian dari keterwakilan apapun itu, Insya Allah MM yang dilantik 30 Desember 2021 dalam masa baktinya 2021 – 2026 tersebut adalah mereka yang juga dimintakan pertanggungjawabannya terhadap 6 (enam) regulasi Pondok Pesantren dengan seabrek pekerjaan yang tidak main-main. “MM adalah salah satu wadah Advokatnya Pesantren dan menjadi tolak ukur nilai kebersesuaian tentang Pesantren seutuhnya yang jelas-jelas sebagai institusi pendidikan tertua,” sahut Mbah Yai Doktor Muhyiddin Khotib – Situbondo (salah satu anggota MM) saat menjadi Nara Sumber Utama pada program sosialiasi UU Pesantren dan Kedudukan Majelis Masyayikh di Ponpes Modern Al-Mizan 2, Pandeglang – Banten.
Acara yang digelar tanggal 25 Oktober 2022 di aula Al-Mizan juga diperkuat oleh Profesor Waryono yang kini menjadi Sekretaris Eksekutif MM (Majelis Masyayikh) – Ex Officio – Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Pusat yang saat itu duduk sejenak guna membuka acara bersama para Pimpinan Pondok Pesantren dan delegasi Badan Pengurus Forum Silaturrahim Pondok Pesantren (FSPP) se-Provinsi Banten, beliau hadir sebagai Keynote Speaker atas penyampaian materinya sangat menitikberatkan bagaimana Pondok Pesantren yang kini secara rekognitif telah ada di mata negara, semestinya ini telah mendapatkan perhatian lebih dari Negara untuk mengalokasikan APBN terhadap Pondok Pesantren secara mutlak, tanpa kompromi. Akan tetapi catatan penting 6 (enam) regulasi yang dinisbatkan menjadi garansi Pesantren tersebut tidak lain dan tidak bukan, wajib memenuhi aturan dan ketentuan yang berlaku guna dapat mengimplementasikan anggaran tersebut sesuai dengan ajuan Pesantren dan dilaksanakan peruntukannya.
Dalam ketentuan umum, Bab I : Undang-undang Pesantren terdapat 14 items yang tidak bisa dipisahkan dari regulasi yang wajib dipenuhi oleh beberapa unsur, utamanya faham mengapa mendirikan Pondok Pesantren/Dayah/Surau/Meunasah dan atau sebutan lain yang selanjutnya bisa disebut Pesantren sesuai UU. Menariknya dalam kajian-kajian literasi kepesantrenan dengan bertahun-tahun cukup bisa kita fahami betapa perkembangan sistem dan pola manajerialnya telah banyak menjelma dengan sangat variatif sebelum Negara hadir atas jaminan Undang-undangnya. Ini semua, karena ruh Pondok Pesantren telah menguat kehadirannya adalah niat baik para Pendiri Pesantren dengan niat lillaah dan atas kesadarannya guna menyampaikan risalah dakwah tanpa embel-embel apapun, dengan dalih kewajiban menebarkan ilmu pengetahuan dan turut mencerdasarkan kehidupan beragama, berbangsa serta bernegara. Bahwa saat ini Pondok Pesantren telah menjadi aset negara seutuhnya, merupakan satu kewajiban yang tidak bisa ditunda-tunda lagi.
Beralih sedikit menyitir konten-konten Peraturan Menteri Agama (PMA), baik Nomor 30, 31 dan 32, semua ini telah digarisbawahi bahwa kepesantrenan telah dikuatkan pada point ke-14 dari ketentuan umum UU Pesantren, termaktub di dalamnya ada Kementerian, yaitu adalah menteri yang menyeleggarakan urusan pemerintahan di bidang agama. Dalam menyikapi rentetetan yang tidak mudah untuk disosialisasikan kepada unsur satuan pendidikan pesantren yang semakin semarak berkembang, kenyataan ini dianalisis oleh salah satu Praktisi Pesantren Drs. K.H. Anang Azhari Alie, M.Pd, Pimpinan Umum Ponpes Modern Al-Mizan saat bersamaan beliau juga menjadi salah satu Narsum guna menyampaikan beberapa hal mendasar dalam rangka menyongsong Pesantren di zaman yang seperkian detik terus menggila dan berubah utamanya pada percepatan basis digitalisasi, informasi dan komunikasi ini semua sangat mendorong dari 3 (tiga) kategori Pesantren baik yang Salafiyah (Tradisional), Khalafiyah (Modern) dan ‘Ashriyyah – Tamasikiyyah (Terpadu) tetap harus memiliki target kemandirian dan sustainabilitas program utamanya Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) guna menguatkan bahwa sistem yang dibangun di Pondok Pesantren betul-betul berkemampuan mengelola aset bergerak maupun aset non bergerak menjadi satu kesatuan utuh berdirinya Pesantren yang siap menghadapi tantangan zaman, serta mampu bersaing sehat dengan Satuan Pendidikan lainnya.
Tak kalah penting, bahwa juga apa yang tertuang dengan begitu detail dalam 6 (enam) Regulasi Pesantren di bawah kendali Negara saat ini, bukti otokritik kita semua dari para pengelola dan atau dari unsur luar sekalipun hingga terlahir contohnya Wadah KEREN (Komunitas Pecinta Pesantren) yang juga dinahkodai oleh Penulis dan rekan-rekan Jema’ah di Majelis Konsorsium Madeenah Indonesia, betapa bahwa hadirnya Pondok Pesantren bukan saja karena unsur internal melainkan banyak juga unsur eksternal yang memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan pesantren itu sendiri: yaitu mulai dari Wali Santri, Donatur, Aparat Setempat, Warga Sekitar, Izin Lahan, Rekanan Kerja, Mitra Lembaga dan masih banyak unsur lainnya telah melenggangkan komposisi pesantren ke area dakwah yang terus meluas dengan telah menjadikan Pesantren bagian terpenting dalam mengisi kantong-kantong human capital management dan human resourse development di Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini.
Demikian halnya, bahwa jangan-jangan informasi dan sosialisasi kepada puluhan ribu Pengelola dan atau Manajemen Pesantren belum bisa dijangkau efektif dan prepentif, sehingga Negara masih saja kecolongan data yang disinyalir apakah Pondok Pesantren di Indonesia sudah sesuai dengan kehendak Negara dan Bangsa ini ? Jawaban singkat atas desakan pertanyaan ini kembali kepada kita sebagai bagian dari Satuan Pendidikan Pesantren kerap kali kudu ekstra ketat hatta mampu menggali potensi yang ada di sekitar pesantren agar senantiasa mampu menjawab trilogi ruang lingkup fungsi Pesantren yang konsen terhadap Pendidikan, Dakwah dan Pemberdayaan Masyarakat (Pasal 4 UU No. 18, 2019).
Ditambahkan lagi dengan begitu banyaknya kebutuhan insan-insan berakhlakul kareemah, berkarakter mandiri, peduli, memiliki potensi, cakap berpengetahuan dan berkemampuan mengaplikasikan keilmuannya secara perlahan dan mencapai target hingga lulusan Pondok Pesantren juga menjadi Insan Profesional. Akhirnya rumusan cita-cita untuk melahirkan Insan Pesantren seperti diungkap di atas telah diinisiasi oleh salah satu wadah FSPP di Kabupaten Pandeglang dengan selalu menumbuhkan tata-kelola total quality management di sebuah Forum / Wadah / Konsorsium / Dewan dan atau lembaga sebutan lainnya harus selalu Mandiri, Amanah, Tangguh, Akuntabel dan Profesional (MANTAP). Begitu juga harapan besar dan output hadirnya 6 (enam) Regulasi tersebut harus berkesesuaian dengan niat luhur bangsa ini menjadi bangsa besar yang salah satu prinsip dasarnya adalah berprikemanusian yang adil dan beradab. Wallaahu A’lamu Bissowwab.